Pergerakan nasionalisme Indonesia muncul
bersamaan dengan kebangkitan nasionalisme Asia yang dianggap sebagai
reaksi terhadap imperialisme Barat. Gerakan nasional yang berlangsung di
kawasan Asia lainnya menginspirasi kaum nasionalis Indonesia. Semangat
nasionalisme Indonesia mulai bangkit dan memperlihatkan kekuatan
terhadap penjajahan Belanda pada permulaan abad ke-20. Semangat
nasionalisme itu timbul sebagai reaksi bangsa Indonesia terhadap
penjajahan akibat penindasan, ketidakadilan dan pelanggaran terhadap hak
asasi rakyat serta sikap diskriminasi yang ditunjukkan pemerintah
Belanda terhadap rakyat Indonesia.
Salah satu cara yang dilakukan bangsa
Indonesia menghadapi pemerintah kolonial adalah mendirikan organisasi.
Melalui organisasi dilakukan perjuangan baik berupa tuntutan kepada
pemerintah maupun di kalangan bangsa sendiri. Ada organisasi yang secara
tegas menyatakan diri sebagai organisasi politik seperti Budi Utomo
(1908), Sarekat Islam (1912) dan Indische Partij (1912). Ada organisasi
pula yang lebih menitikberatkan kegiatannya di bidang agama seperti
Muhammadiyah (1912), Al-Irsyad dan Partai Arab Indonesia (1914),
Perhimpunan Katolik Jawi (1925) dan Nahdlatul Ulama (1926), atau di
bidang pendidikan seperti Taman Siswa (1922).Pergerakan politik di Indonesia juga tidak terlepas dari pergerakan politik yang digerakan oleh pemuda Indonesia yang belajar di Belanda yang terhimpun dalam perkumpulan yang dinamakan Perhimpunan Indonesia. Gerakan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda ini sangat vokal dalam menyuarakan kemerdekaan Indonesia dengan cara melaksanakan aksi nasional dan percaya pada kekuatan sendiri. Perhimpunan Indonesia merupakan suatu gerakan yang mampu membangkitkan tujuan dan cita-cita menentang imperialisme dan kolonialisme dan memegang posisi penting dalam pergerakan kebangsaan Indonesia tahun 1922-1927. Cita-cita Perhimpunan Indonesia memberi dorongan lahirnya partai-partai di Indonesia yang berdasarkan kebangsaan dan bertujuan Indonesia merdeka seperti Partai Nasional Indonesia (1927), Partindo (1931), Pendidikan Nasional Indonesia (1931), Partai Indonesia Raya (1935). Serta gerakan wanita yang dipelopori oleh R.A. Kartini (1904) dan Dewi Sartika (1925).
Perkembangan nasionalisme di Indonesia menjadi lebih pesat sejak berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo, Sutomo dan kawan-kawan. Dalam perkembangannya organisasi Budi Utomo memperkenalkan kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern yang mempunyai pimpinan dan ideologi yang jelas. Kelahiran Budi Utamo dianggap sebagai kebangkitan budaya Indonesia dan fase pertama dari nasionalisme Indonesia.
Momentum sejarah lain yang tak kalah pentingnya adalah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda merupakan kristalisasi dari seluruh aspirasi dan cita-cita masyarakat Indonesia waktu itu untuk bersatu dan memerdekakan diri dari penjajah. Landasan Sumpah Pemuda termuat dalam triloginya
Pada tanggal 4 Juli 1927 Soekarno merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) dengan tujuan untuk memerdekakan rakyat Indonesia. Soekarno ditangkap oleh belanda dan kemudian di penjara selama 8 bulan di penjara Sukamiskin di Bandung. Dalam pembelaannya yang terkenal dengan sebutan “Indonesia Menggugat”, Bung Karno malah menyebabkan Belanda marah dan membubarkan PNI pada Juli 1930. Namun Soekarno tidak patah semangat dan akhirnya beliau bergabung ke dalam Partindo sekaligus menjadi pemimpinnya. Akibatnya, beliau ditangkap kembali oleh Belanda dan dibuang ke Ende, Flores pada tahun 1933. Setelah 4 tahun, diasingkan di Ende bersama keluarganya, beliau kemudian dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938.
Betapa besar penderitaan batin yang harus ditanggung Bung Karno. Bagi seorang Bung Karno yang telah terbiasa dengan irama hidup perjuangan, Ende ibarat sebuah ambang kematian. Di pulau Jawa, gelora semangat hidup Bung Karno telah menyatu dengan revolusi. Di Ende, di samping kesepian, tidak ada teman untuk berdiskusi dan massa yang siap mendengarkan pidato-pidatonya, membuat Bung Karno merasa tertekan. “Di Flores semangatku berada dalam kurungan”. Namun, Bung Karno, bukanlah Bung Karno kalau tidak memberontak melawan nasib yang ditimpakan kepadanya oleh siapa saja, termasuk penjajah Belanda.
Pengasingan di Ende pada akhirnya membawa hikmah bagi Bung Karno. Selama di pengasingan di Ende inilah, Bung Karno melahirkan konsepsi Pancasila melalui masa perenungan yang panjang dan matang dalam pencarian spiritualitas hidup. Perenungan yang dilakukan di bawah pohon sukun di sebuah lapangan yang menghadap ke laut. Di Ende, Bung Karno memperoleh kesempatan untuk mematangkan gagasannya tentang dasar perjuangannya memerdekakan Indonesia. Dasar perjuangan itulah yang di kemudian hari memperoleh bentuk akhirnya sebagai Pancasila.
Pada tanggal 8 Maret 1942 panglima tentara Hindia Belanda menyerah tanpa syarat. Dengan demikian, tentara Hindia Belanda menyerahkan seluruh wilayah Hindia Belanda kepada pemerintah Jepang. Pada hari itu, masa pendudukan Jepang atas rakyat Indonesia dimulai.
Kerjasama para pemimpin Indonesia dan Jepang dimulai pada akhir tahun 1942 dalam suatu komisi untuk menyelidiki adat istiadat Indonesia. Komisi terdiri dari 13 orang Jepang dan beberapa tokoh nasional seperti Soekarno, Moh. Hatta, K.H Mas Mansyur, Ki Hajar Dewantara, Sutarjo Kartohadikusumo, Abikusno Tjokrosujoso dan Prof. Dr. Supomo. Pada tanggal 6 April 1943 gerakan baru yang dinamakan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) didirikan Jepang untuk membujuk kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikiran mereka untuk mengabdi kepada usaha perang Jepang. Gerakan Putera ini terdiri dari empat orang nasionalis terkemuka yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, K. H. Mas Mansyur dan Ki Hajar Dewantara.
Dalam perkembangannya, gerakan ini lebih bermanfaat bagi Indonesia daripada pihak Jepang. sehingga dibentuklah organisasi baru yang berbeda dengan Putera, yaitu Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Pemerintah Jepang berhasil melakukan pengekangan terhadap berbagai kegiatan pergerakan nasional Indonesia. Namun mereka tidak berhasil mengekang perkembangan kesadaran nasional di dalam bangsa Indonesia sehingga menimbulkan pemberontakan melawan Jepang seperti pemberontakan Cot Plieng yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, pemberontakan di Indramayu oleh Haji Andriyan dan K. H. Zainal Mustafa yang memimpin pemberontakan di Sukamanah.
Pemberontakan selanjutnya dipelopori oleh anggota organisasi militer PETA di Blitar di bawah pimpinan Suryadi pada tanggal 14 Februari 1945 karena mereka tidak tahan lagi melihat penderitaan rakyat di bawah pemerintahan Jepang khususnya sistem romusha. Para pemuda yang tergabung dalam PETA inilah yang nantinya menjadi inti kekuatan dan penggerak perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Dalam upaya memperkuat kedudukan dan posisinya di Indonesia, pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan penuh bagi bangsa Indonesia apabila rakyat Indonesia ikut aktif dalam usaha mempertahankan wilayah Indonesia dari ancaman sekutu. Jepang juga bersedia mengangkat putera-putera Indonesia menduduki jabatan-jabatan penting. Akhirnya pengaruh politik pendudukan Jepang tersebut sangat besar manfaatnya untuk perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Politik pemerintahan pendudukan Jepang yang terlalu keras dan kejam menimbulkan kesadaran dan semangat kebangsaan yang tinggi, baik dari kalangan politisi, pemuda maupun pemuka agama.
Akhir tahun 1942, posisi pasukan tentara Jepang di Pasifik mulai terdesak. Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberikan kemerdekaan atas Birma dan Filipina yang cukup mengejutkan para pemimpin nasionalis di Indonesia. Oleh karena itu, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta mengajukan protes kepada Jepang dengan menyatakan tidak akan bertanggung jawab dalam merekrut bangsa Indonesia untuk mendukung Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Menanggapi protes dan ancaman dari tokoh nasionalis Indonesia, pemerintah Jepang segera mengambil keputusan untuk menangguhkan pelaksanaan kemerdekaan Birma dan Filipina.
Terhadap Indonesia, ditempuh kebijaksanaan partisipasi politik yaitu dengan memberikan peran aktif kepada tokoh Indonesia di dalam lembaga pemerintah yaitu Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi In) dan Dewan Pertimbangan Karesidenan (Shu Sangi Kai). Sementara itu, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak karena Pulau Saipan yang sangat strategis jatuh ke tangan pasukan Amerika Serikat pada bulan Juli 1944 serta ditambah kekalahan Jepang di berbagai wilayah peperangan. Maka pada tanggal 9 September 1944, pemerintah Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia dan memperkenankan mengibarkan bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera Jepang.
Pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah Jepang mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang bernama Dokuritzu Zyunbi Koosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Badan ini bertujuan untuk mempelajari dan mempersiapkan hal-hal penting mengenai masalah tata pemerintahan Indonesia Merdeka. Badan ini yang diketuai oleh KRT Radjiman Widyodiningrat ini terdiri dari 60 orang tokoh bangsa Indonesia dan 7 orang bangsa Jepang. Badan penyelidik ini diresmikan pada 29 Mei 1945 dan melaksanakan sidang yang berlangsung dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Sidang ini membicarakan dasar filsafat negara Indonesia Merdeka yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Tokoh-tokoh yang mengusulkan lima rancangan dasar negara Indonesian Merdeka tersebut di antaranya Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno.
Pada tanggal 22 Juni 1945, sembilan orang anggota yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Abdulkahar Muzakar, Wachid Hasyim, H. Agus Salim dan Abikusno Tjokrosujoso membentuk Panitia Sembilan atau Panitia Kecil yang menghasilkan dokumen yang berisi asas dan tujuan negara Indonesia Merdeka yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Isi Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
KeTuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Piagam Jakarta kemudian menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri atas empat alinea dimana Pancasila terkandung dalam alinea terakhir. Sila pertama dalam Piagam Jakarta dihilangkan tujuh kata setelah ada musyawarah untuk menanggapi usul wakil-wakil dari Indonesia bagian timur dan demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Setelah menyelesaikan tugasnya BPUPKI kembali dibubarkan dan diganti menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai pada tanggal 7 Agustus 1945 yang anggotanya terdiri dari 21 orang. Pada tanggal 9 Agustus 1945 tiga tokoh bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Radjiman Widyodiningrat berangkat ke Saigon untuk memenuhi panggilan Panglima Mandala Asia Tenggara Marsekal Terauchi untuk menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia, untuk membentuk PPKI dan wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas jajahan Belanda. Ketika itu bom atom kedua telah dijatuhkan di Nagasaki (9 Agustus) dan Rusia menyatakan perang kepada Jepang dan telah menyerbu Manchuria (10 Agustus). Pada tanggal 14 Agustus 1945 kepada sekutu Jepang telah menyerah tanpa syarat.
Arah perjuangan pergerakan bangsa Indonesia telah sampai pada gerbang menuju hari kebebasan yang menjadi puncak dari seluruh rangkaian peristiwa yang telah dilalui bertahun-tahun dibangun dengan penuh kesadaran sejak 1908. Puncak dari perjuangan ini adalah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta di depan kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Rumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia diperoleh dari hasil pemikiran Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Ahmad Subandrio yang dilakukan di rumah Laksamana Tadashi Maeda. Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh mereka selaku wakil bangsa Indonesia.

Pidato proklamasi oleh Bung Karno dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih yang dijahit dengan tangan oleh Ibu Fatmawati. Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 pada sidang PPKI Bung Karno dan Bung Hatta terpilih secara aklamasi sebagai Presiden dan Wakil presiden pertama Indonesia yang mana sebelumnya pada tanggal 1 juni 1945 Bung Karno dan kawan-kawan telah merumuskan suatu ideologi atau dasar negara yang akan menjadi pedoman atau rujukan bangsa Indonesia saat ini yaitu Pancasila.
Namun Proklamasi 17 Agustus 1945 bukanlah titik batas akhir perjuangan kemerdekaan melainkan awal dari perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan titik awal untuk bersama-sama merasa sebagai satu bangsa dengan satu bahasa dalam satu wilayah yang sama untuk membangun bangsa Indonesia Raya